Ingatkah kita semua pada tahun 2011 tejadi
aksi korporasi penting yang dibuat oleh Bakrie Group? Kala itu, Bakrie Group
sebagai pemilik Bumi Resources (BUMI) dan Berau Coal
Energy (BRAU) yang bergerak di bidang produksi batu bara melakukan kongsi
dengan Nathanael Rothschild, milyuner Inggris keturunan pemilik bank terkemuka.
Perusahaan investasi milik Nathaniel yang terdaftar di
Bursa London, Vallar Plc,
mengambil alih sejumlah kepemilikan pada BUMI dan Berau Coal Energy (BRAU).
Sebagai gantinya, Grup Bakrie kemudian menjadi salah satu pemegang saham utama
Vallar Plc, dengan persentase kepemilikan 47.6%. Vallar Plc sendiri kemudian
berubah nama menjadi Bumi PLC dan menjadi induk dari perusahaan-perusahaan yang melakukan gulung
tikar saham di dalamnya. Proses dari transaksi
barter saham tersebut selesai sepenuhnya pada April 2011, dan Nathaniel
kemudian menjadi salah satu pemegang saham BUMI.
Semenjak Nat (nickname Nathanael) masuk ke
dalam jajaran pemegang saham BUMI, dia melihat ada beberapa kejanggalan laporan
keuangan yang dilakukan oleh BUMI. Sehingga pada saat itu, Nat mengajukan
tuntutan yang intinya pembersihan radikal di BUMI kepada Ari Hudayana, Presiden
Direktur BUMI. Ari Hudayana tidak menanggapinya dengan serius mengingat Nathaniel bukanlah pemegang saham mayoritas dari BUMI, melainkan
hanya 29.2%. Ternyata, persoalan ini bocor ke media pada
November 2011 yang menyebabkan munculnya perselisihan hebat antara Bakrie Group
dengan Nat.
Hanya selang dua bulan
kemudian, pada akhir Desember 2011, Bakrie Group menggandeng pengusaha besar
lainnya, yakni Samin Tan dengan menjual separuh
kepemilikannya atas Bumi PLC kepada PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN),
senilai US$ 1 milyar, sehingga kemudian Grup Bakrie dan BORN
masing-masing memegang 23.8%. Karena BORN
kemudian menjadi salah satu pemegang saham utama di BUMI PLC, maka pemilik BORN, Samin Tan,
diangkat menjadi chairman Bumi PLC, menggantikan
Indra Bakrie yang kemudian menjadi co-chairman. Nathaniel sendiri, yang
sebelumnya menempati posisi sebagai co-chairman, kemudian ‘turun derajat’
menjadi direktur non-eksekutif. Begitu pula dengan Ari Hudayana yang semula
duduk di kursi direksi non-eksekutif BUMI PLC kini mundur dan memilih
focus di BUMI.
Menurut kabar yang beredar, Nat melakukan
upaya black campaign ke BUMI PLC karena merasa dicurangi oleh Bakrie Group
dengan cara terus mendengungkan bahwa laporan
keuangan BUMI PLC bermasalah yang berujung pada permintaan invenstigasi
kepada BUMI dan BRAU. Untuk mencari bukti-bukti tersebut, Nat hingga mengambil
jalur illegal yakni dengan meretas surat elektronik (e-mail) BUMI PLC. Selain
itu, ada kabar yang beredar pula bahwa ada niatan Nat untuk mengambil alih
seluruh saham BUMI dan menguasainya. Hal dilakukan dengan cara menjatuhkan
saham BUMI, kemudian Nat membeli saham BUMI dengan harga terendah melalui
perusahaan lain yang dibuat olehnya.
Alhasil
karena permasalahan ini para investor risau dan menyebabkan saham BUMI PLC
anjlok drastis di listing bursa dan terjadi pembengkakan hutang. Gerah dengan
tindakan yang dilakukan oleh Nat, Bakrie Group mengajukan proposal untuk
melepas hubungan dengan Bumi PLC melalui pembelian kembali saham-saham yang
dipegang Bumi PLC pada aset-asetnya di Indonesia senilai US$ 1,2 miliar. Tujuan
Bakrie Group adalah menyelamatkan aset tambang nasional yang ingin diambil alih
oleh Nat Rothschild. Rencana Bakrie Group direalisasikan dengan membeli kembali
29% saham BUMI dan juga 85% saham BRAU yang keduanya merupakan anak usaha Bumi
PLC. Pembelian akan dilakukan secara bertahap, dengan masing-masing bernilai
US$ 278 juta dan US$ 950 juta.
Merespon
proposal penyelamatan aset tambang Bakrie Group, Rothschild melancarkan
proposal tandingan melalui NR Investments, dengan menawarkan dana segar kepada
Bumi PLC sebesar US$ 270 juta (Rp 2,5 triliun) dengan tujuan memutus hubungan
Bumi PLC dengan Bakrie Group dan Samin
Tan. Selain itu, Nat juga mengajukan untuk penggantian 12 direksi BUMI PLC dari
14 direksi. Sebenarnya antara Bakrie Group dan Nat ‘sama-sama’ ingin bercerai.
Hanya saja pada tawaran yang diajukan oleh Nat, dia tidak setuju jika asset
batu-bara diambil kembali oleh Bakrie Group.
Tanggal
21 Februari 2013 akan dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di London.
RUPS inilah yang akan menentukan keberlangsungan permasalahan ini. Dalam RUPS
tersebut juga dibahas hasil investigasi laporan keuangan BUMI dan BRAU. Kawan,
dalam hal ini kita sedang melihat perhelatan para pengusaha-pengusaha bisnis
besar yang sedang bermain dengan asset Negara kita. Bayangkan jika nantinya
aset batu-bara BUMI berhasil diambil alih oleh Nat. Tentu saja bisa tebak aka
nada babak baru atau Freeport jilid 2. Kekayaan Negara kita akan dikeruk oleh
asing dan bukan untuk menyejahterakan rakyatnya.
Selamatkan kedaulatan energy Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar