Jumat, 15 Februari 2013

21 Februari 2013, Penentuan Nasib Batu-Bara Indonesia




Ingatkah kita semua pada tahun 2011 tejadi aksi korporasi penting yang dibuat oleh Bakrie Group? Kala itu, Bakrie Group sebagai pemilik Bumi Resources (BUMI) dan Berau Coal Energy (BRAU) yang bergerak di bidang produksi batu bara melakukan kongsi dengan Nathanael Rothschild, milyuner Inggris keturunan pemilik bank terkemuka. Perusahaan investasi milik Nathaniel yang terdaftar di Bursa London, Vallar Plc, mengambil alih sejumlah kepemilikan pada BUMI dan Berau Coal Energy (BRAU). Sebagai gantinya, Grup Bakrie kemudian menjadi salah satu pemegang saham utama Vallar Plc, dengan persentase kepemilikan 47.6%. Vallar Plc sendiri kemudian berubah nama menjadi Bumi PLC dan menjadi induk dari perusahaan-perusahaan yang melakukan gulung tikar saham di dalamnya. Proses dari transaksi barter saham tersebut selesai sepenuhnya pada April 2011, dan Nathaniel kemudian menjadi salah satu pemegang saham BUMI.

Semenjak Nat (nickname Nathanael) masuk ke dalam jajaran pemegang saham BUMI, dia melihat ada beberapa kejanggalan laporan keuangan yang dilakukan oleh BUMI. Sehingga pada saat itu, Nat mengajukan tuntutan yang intinya pembersihan radikal di BUMI kepada Ari Hudayana, Presiden Direktur BUMI. Ari Hudayana tidak menanggapinya dengan serius mengingat Nathaniel bukanlah pemegang saham mayoritas dari BUMI, melainkan hanya 29.2%.  Ternyata, persoalan ini bocor ke media pada November 2011 yang menyebabkan munculnya perselisihan hebat antara Bakrie Group dengan Nat.

Hanya selang dua bulan kemudian, pada akhir Desember 2011, Bakrie Group menggandeng pengusaha besar lainnya, yakni Samin Tan dengan menjual separuh kepemilikannya atas Bumi PLC kepada PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN), senilai US$ 1 milyar, sehingga kemudian Grup Bakrie dan BORN masing-masing memegang 23.8%. Karena BORN kemudian menjadi salah satu pemegang saham utama di BUMI PLC, maka pemilik BORN, Samin Tan, diangkat menjadi chairman Bumi PLC, menggantikan Indra Bakrie yang kemudian menjadi co-chairman. Nathaniel sendiri, yang sebelumnya menempati posisi sebagai co-chairman, kemudian ‘turun derajat’ menjadi direktur non-eksekutif. Begitu pula dengan Ari Hudayana yang semula duduk di kursi direksi non-eksekutif BUMI PLC kini mundur dan memilih focus di BUMI.

Menurut kabar yang beredar, Nat melakukan upaya black campaign ke BUMI PLC karena merasa dicurangi oleh Bakrie Group dengan cara terus mendengungkan bahwa laporan  keuangan BUMI PLC bermasalah yang berujung pada permintaan invenstigasi kepada BUMI dan BRAU. Untuk mencari bukti-bukti tersebut, Nat hingga mengambil jalur illegal yakni dengan meretas surat elektronik (e-mail) BUMI PLC. Selain itu, ada kabar yang beredar pula bahwa ada niatan Nat untuk mengambil alih seluruh saham BUMI dan menguasainya. Hal dilakukan dengan cara menjatuhkan saham BUMI, kemudian Nat membeli saham BUMI dengan harga terendah melalui perusahaan lain yang dibuat olehnya.

Alhasil karena permasalahan ini para investor risau dan menyebabkan saham BUMI PLC anjlok drastis di listing bursa dan terjadi pembengkakan hutang. Gerah dengan tindakan yang dilakukan oleh Nat, Bakrie Group mengajukan proposal untuk melepas hubungan dengan Bumi PLC melalui pembelian kembali saham-saham yang dipegang Bumi PLC pada aset-asetnya di Indonesia senilai US$ 1,2 miliar. Tujuan Bakrie Group adalah menyelamatkan aset tambang nasional yang ingin diambil alih oleh Nat Rothschild. Rencana Bakrie Group direalisasikan dengan membeli kembali 29% saham BUMI dan juga 85% saham BRAU yang keduanya merupakan anak usaha Bumi PLC. Pembelian akan dilakukan secara bertahap, dengan masing-masing bernilai US$ 278 juta dan US$ 950 juta.

Merespon proposal penyelamatan aset tambang Bakrie Group, Rothschild melancarkan proposal tandingan melalui NR Investments, dengan menawarkan dana segar kepada Bumi PLC sebesar US$ 270 juta (Rp 2,5 triliun) dengan tujuan memutus hubungan Bumi PLC dengan  Bakrie Group dan Samin Tan. Selain itu, Nat juga mengajukan untuk penggantian 12 direksi BUMI PLC dari 14 direksi. Sebenarnya antara Bakrie Group dan Nat ‘sama-sama’ ingin bercerai. Hanya saja pada tawaran yang diajukan oleh Nat, dia tidak setuju jika asset batu-bara diambil kembali oleh Bakrie Group.

Tanggal 21 Februari 2013 akan dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di London. RUPS inilah yang akan menentukan keberlangsungan permasalahan ini. Dalam RUPS tersebut juga dibahas hasil investigasi laporan keuangan BUMI dan BRAU. Kawan, dalam hal ini kita sedang melihat perhelatan para pengusaha-pengusaha bisnis besar yang sedang bermain dengan asset Negara kita. Bayangkan jika nantinya aset batu-bara BUMI berhasil diambil alih oleh Nat. Tentu saja bisa tebak aka nada babak baru atau Freeport jilid 2. Kekayaan Negara kita akan dikeruk oleh asing dan bukan untuk menyejahterakan rakyatnya.

Selamatkan kedaulatan energy Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar