Sebagai
satu-satunya Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menangani bidang
ketenagalistrikan, PLN punya setumpuk masalah yang menjadi tantangan untuk
dapat diselesaikan. Mulai dari permasalahan makro seperti menyoal elektrifikasi
hingga permasalahan mikro yang berhubungan langsung dengan konsumen di tingkat
Area Pelayanan Jaringan (APJ) yang biasanya lebih bersifat operasinal dan
teknis. Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut, tentu PLN akan
kesulitan jika berdiri sendiri, bahkan sekalipun bersama pemerintah. Oleh
karena itu, dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk turut serta membantu mengurai
‘benang kusut’.
Sayangnya sebagian
besar masyarakat Indonesia hari ini belum sadar akan hal tersebut. Dalam
perspektif sempit, masyarakat masih melihat PLN hanya sebagai perusahaan
‘penjual listrik’ dan sebagai sasaran utama untuk meluapkan emosi ketika
terjadi pemadaman listrik. Memang, menyalahkan lebih mudah daripada membenahi.
Tapi bukan berarti masalah tak dapat diselesaikan bukan? Garis finish
akan tetap dapat dicapai dengan diawali satu langkah penuh keyakinan.
Kebetulan dalam
memperingati Hari Listrik Nasional ke-69 yang bertepatan tanggal 27 Oktober
2014, kali ini PLN mengadakan lomba menulis blog yang bekerjasama dengan
blogdetik. Momentum ini merupakan sebuah kesempatan besar bagi saya untuk dapat
memberikan sumbangsih pemikiran. Memenangkan perlombaan ini bukanlah menjadi
tujuan utama saya. Ada harapan lain yang lebih besar, yakni tulisan ini mampu memberikan
gagasan di tataran ide mengenai hal-hal yang dapat dilakukan oleh PLN sekaligus
sebagai langkah awal penuh keyakinan untuk dapat mencapai garis finish
dalam upaya menyelesaikan sebuah permasalahan.
Dari setumpuk
permasalahan yang dihadapi PLN, saya tertarik pada satu topik masalah besar,
yakni minimnya kesadaran masyakat tentang hemat energi.
Pendidikan; Simpul
Strategis Untuk Mengurai Benang Kusut Minimnya Kesadaran Hemat Energi
Beragam upaya
sebenarnya telah dilakukan oleh PLN untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya hemat energi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pembelian listrik dengan metode token adalah salah satu kebijakan PLN untuk
mereduksi masalah tersebut secara tidak langsung. Metode ini diharapkan mampu mendidik
masyarakat untuk dapat memperkirakan penggunaan listriknya sendiri sehingga
pemakaian listrik menjadi tidak boros atau efisien. Sedangkan upaya secara
langsung, dilakukan PLN melalui penyuluhan dan sosialisasi ke sekolah-sekolah
tentang pentingnya budaya sadar hemat energi.
Jika kita berkaca
pada dua contoh upaya tersebut, maka semuanya bermuara pada pendidikan. Hal ini
sebenarnya sudah sejalan dengan apa yang akan saya usulkan. Sehingga hemat
saya, upaya ini harus diteruskan, namun perlu adanya penambahan konsep yang
lebih kreatif, inovatif, dan strategis sehingga gerakan pendidikan sadar hemat
energi ini bisa lebih masif.
Proses pendidikan
memang membutuhkan waktu. Oleh sebab itu, saya menyebut pendidikan sebagai
salah satu long-term invesment. Dalam waktu yang relatif lama tersebut,
tentunya strategi yang terencana, matang, dan berkesinambungan sangat
dibutuhkan agar waktu yang telah berjalan tidak terbuang sia-sia. Menurut
seorang ulama Mesir, Hasan Al-Banna, konsep pendidikan dalam upaya perbaikan
yang baik terdiri dari 4 tahapan, yakni dimulai dari perbaikan individu,
kemudian perbaikan keluarga, setalah itu berlanjut ke perbaikan masyarakat, dan
goal-nya adalah perbaikan Negara.
Perbaikan individu
disini adalah sebuah proses keteladanan awal yang harus dimulai dari seseorang
yang dinilai paling paham tentang hemat energi, yakni pegawai PLN. Individu ini
harus mampu menunjukkan secara sikap bagaimana seharusnya budaya hemat energi
dilakukan. Setelah tahap itu terpenuhi, tahap selanjutnya adalah pendidikan
dalam keluarga. Bagi pegawai PLN yang sudah berkeluarga, harus atau wajib
memberikan pendidikan budaya hemat energi kepada keluarganya, khususnya untuk
anak-anaknya. Dalam tahap inilah merupakan kunci dari gagasan yang akan saya
usulkan sebelum menginjak ke tahapan yang lebih besar, yakni perbaikan
masyarakat dan Negara.
PLN Lahirkan
Komunitas Future Leader for Save Energy (FLSE)
Saya menilai untuk
membumikan budaya yang baik ini, dibutuhkan banyak agent of change yang
mana dapat mengandalkan potensi putra dan putri terbaik pegawai PLN. Dengan
catatan, tahap sebelumnya telah terlewati dengan baik, yakni perbaikan
pendidikan sadar hemat energi dilingkungan keluarga pegawai PLN. Dalam
implementasinya, PLN membuat sebuah komunitas yang saya namakan Future
Leader for Save Energy (FLSE).
Komunitas ini
diinisiasi oleh putra dan putri terbaik PLN dimana dalam pengembangannya ke
depan, tidak menutup kemungkinan bahwa anak muda diluar keluarga besar PLN
bisa turut serta berkontribusi dalamnya. Komunitas inilah yang nantinya akan
menyusun dan melaksanakan program-program guna membumikan gagasan sadar hemat
energi kepada masyarakat. Proses ini adalah tahap menuju perbaikan masyarakat.
Keuntungan yang
diperoleh dari gagasan ini selain membantu PLN dalam menyadarkan masyarakat
untuk hemat energi, juga dapat menjadi sebuah wadah untuk menjalin keakraban
dan membangun jaringan di seluruh keluarga besar PLN. Tidak hanya itu,
komunitas ini juga dapat menjadi wadah pengembangan softskill putra-putri
pegawai PLN agar dapat menjawab tantangan zaman. Dengan dukungan Corporate
Social Resposibility (CSR) yang dimiliki oleh PLN, rasanya tidak ada halangan
soal penganggaran operasional komunitas ini. Keuntungan yang lain, CSR pun
dapat terserap dengan baik, sehingga tidak hanya sekedar untuk hal-hal yang
bersifat eventual.
Jika ekspansi ke
tahap masyarakat sudah dapat diterima dengan baik, secara otomatis perbaikan di
tingkat Negara tentang kesadaran hemat energi akan dengan sendirinya mengikuti.
Penutup
Demikian gagasan
yang bisa saya berikan. Semoga dapat menjadi pertimbangan para direksi ataupun stakeholder
khususnya yang menangani di bidang Sumber Daya Manusia (SDM). Adapun jika diminta untuk menjadi Steering Commitee atau
elemen lainnya guna mewujudkan terbentuknya komunitas ini, saya juga
akan bersedia membantu sebagai tanggung jawab atas gagasan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar