Selasa, 03 Agustus 2010

Rakyat Indonesia Berbicara Tentang "Dewan Pemeras Rakyat (DPR)"



DPR, Dewan perwakilan rakyat adalah lembaga tertinggi di struktural kepemerintahan di Indonesia yang menjadi perbincangan fenomenal belakangan ini. Hal ini dikarenakan tingkah laku “menggemaskan” yang dilakukan oleh segelintir anggota DPR disana. Sejatinya, salah satu tugas DPR adalah menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat. Namun faktanya, segelintir legislator itu pun tidak mengetahui adanya rakyat pinggiran yang makan nasi aking atau nasi basi dikarenakan tidak mampu membeli segenggam beras, bahkan ketika ada seorang Ibu yang bunuh diri bersama anak kandungnya akibat himpitan ekonomi, mereka anggap suatu hal yang biasa….

Kemanakah “pahlawan aspirasi rakyat” itu?

  

Sepertinya rakyat Indonesia sudah merasa kehilangan suatu tumpuan yang dapat dipercaya untuk mensejahterahkan hidupnya kelak. Menjadi hal yang konyol ketika kita mengkorelasikan kinerja “pahlawan aspirasi rakyat” itu dengan kehidupan rakyat kecil akhir-akhir ini, bahkan terkesan membodohinya. Fasilitas yang mereka nikmati dari hasil rakyat menjadi suatu hal yang patut dipertanyakan ketika kita membicarakan kinerja mereka. Bagaimana tidak? Ketika sidang membahas terkait permasalahan rakyat, sebagian dari mereka makan dengan lahapnya. Setelah kenyang, mereka tertidur pulas atau bahkan meninggalkan ruang sidang. Bahkan ada yang tidak mengikuti sidang sama sekali alias BOLOS! Sungguh ironi dan jauh berbeda keadaannya dengan rakyat kecil yang menjadi penyumbang fasilitas yang mereka nikmati. Masih banyak rakyat Indonesia yang tidak bisa tidur dikarenakan memikirkan bagaimana caranya mendapatkan sesuap nasi di hari esok.

Ditengah himpitan ekonomi yang kian mendesak, muncul permasalahan baru di kalangan rakyat Indonesia, yakni munculnya “bom” LPG yang meresahkan banyak kalangan. LPG 3 kilogram yang menjadi solusi dari konversi minyak tanah, kini menjadi bom waktu yang siap merenggut nyawa kapan saja. Lemahnya pengawalan dari pihak-pihak terkait menjadi suatu penjelasan abstrak terkait peristiwa yang memilukan ini.

Belum selesai permasalahan LPG tersebut, kini muncul rekomendasi baru dari salah satu fraksi di DPR, yakni sebuah dana aspirasi. Dana aspirasi adalah dana pembangunan pemilihan daerah yang diusulkan senilai Rp 15 milyar per daerah pemilihan anggota DPR setiap tahun. Setelah mengusulkan dana aspirasi, kemudian dana pembangunan desa, dan sekarang dana untuk rumah aspirasi yang diusulkan senilai total Rp 112 milyar untuk setiap anggota DPR. Entah dana apalagi setelah ini. Muncul dibenak rakyat tentang kualitas anggota DPR yang rendah. Bukan memperbaiki kualitas kinerja yang kian merosot, tetapi malah memperebutkan jabatan politik dan memperdebatkan masalah fasilitas Negara seperti gaji.

Rakyat Indonesia butuh sosok “pahlawan aspirasi rakyat” yang memiliki hati nurani, bukan penggerogot ekonomi dibalik wewenang yang disalahartikan. Saya pikir, banyak kalangan yang akan sepakat ketika saya berbicara mengenai politik di Indonesia yang telah dicampuri proses liberalisasi. Pertarungan politik bukan lagi membawa aspirasi rakyat dalam ranah ide, tetapi telah mencair kepada interverensi kepentingan-kepentingan kaum atau golongan. Tidak hanya itu, sikap apatis pihak legislator dan pemerintah terhadap permasalahan rakyat Indonesia semakin luas. Sebuah penyikapan akan  makna sebuah amanah tidak lagi diperhatikan. Indonesia kini tengah berada di ujung bukit kapitalisme yang curam, menahan terpaan angin liberalisme, dan bersiap jatuh ke dalam jurang yang dalam.


Dewan Pemeras Rakyat….
Tolong dengarkan aspirasi ku!

4 komentar:

  1. pilih mana "Pemeras" atau "Peremas"? :D

    BalasHapus
  2. semakin kesini kaLangan yang seharusnya jadi pengayom rakyat, justru mendzoLimi rakyat.

    BalasHapus
  3. hmm.perduli tentang hal itu jadi repot.gag peduli juga tetep repot.hmmm

    BalasHapus
  4. @John Terro : Statementmu membuat bulukuduk-ku berdiri.. hahaha..

    @"om rame" : Like this dah om.. Sepakat dengan Anda!

    @mas Ari Effendi : sekedar peduli gak bikin repot kok. Bahkan kita akan terkesan bodoh jika hanya terpaku terdiam... ^_^

    BalasHapus