Rabu, 12 Desember 2012

CATATAN (KU) SEORANG DEMONSTRAN


SEBUAH KRONOLOGI PERGERAKAN KM ITS DALAM RANGKA TOLAK KENAIKAN BBM DAN DELAPAN TUNTUTAN MAHASISWA (DENTUM) KM ITS

Selasa, 27 Maret 2012.
Hari Selasa itu bukan selasa kemarin, minggu depan, atau Selasa-Selasa yang lain. Walaupun nama harinya tetap adalah SELASA!

Pukul 05.51 WIB : Pagi itu seperti biasa, aku menyambut pagi untuk bergegas pergi ke kampus dari nyamannya rumah untuk beristirahat. Sepanjang perjalanan, tampak biasa saja. Tidak ada yang terasa istimewa. Tetap saja berjubel kendaraan serta berbagai manusia berkepentingan yang mewarnai macet dan ramai riuhnya kota.

Sekitar pukul 06.40 WIB (kurang jelas waktunya karena hanya sekilas melihat jam yang ada di pos SKK) :  Taman Alumni ITS masih terlihat lengang. Tak tampak bahwa tempat tersebut akan menjadi pos terpusat bangkitnya KM ITS dari tidur panjangnya dari arti sebuah aksi.

Pukul 07.16 WIB : Rasa pesimistis kian mengurungku. Sudut-sudut kampus masih belum terlihat massa yang bergerak. Tetapi semangat belum pudar! Berbincangan dengan kawan-kawan sekitar pun terjadi, sembari berharap mereka bisa ikut dalam perjuangan kami.

Pukul 08.42 WIB : Aku menerima sebuah sms yang kurang lebih berisikan instruksi untuk segera berkumpul di Taman Alumni. Bersama beberapa rekanku yang lain (Afif Nur Wahyudi dan Nata Khakima), kami memenuhi panggilan itu. Tak lupa panji merah putih kami raih dan tergenggam kuat di tangan. Datang dari Timur, tampak saudara Wahyi Ba’dal Fitri menyusul keberangkatan bersama kami.

Pukul 09.21 WIB : Siap siaga beberapa petugas dari kepolisian siap mengawal kami bersama mobilnya yang terlihat tangguh. “Koloni” almamater biru sudah mulai berkerumun di Taman Alumni ITS. Namun sayang untuk jumlah “koloni” yang terlihat membuat hati ini miris. Rasanya sangat bertolak belakang dengan semangat dan ekspektasi kami untuk turun aksi Selasa itu. Namun dalam beberapa menit kemudian, semangat kami seakan pulih kembali bersamaan dengan kiriman massa yang cukup representatif dari KM ITS. Sekitar 100 massa tumpah di Taman Alumni ITS.
Beberapa saat kemudian dilakukan konsolidasi untuk pembagian ranah teknis dan pembagian tali rafia untuk diikatkan di lengan sebagai tanda agar tidak ada penyusup yang berniat melakukan penunggangan.

Pukul 10.35 WIB : Pak Presiden BEM ITS, Imron Gozali terlihat sibuk dengan telepon genggamnya. Ternyata beliau mencoba menghubungi Pak Herman (Pembantu Rektor I ITS) untuk dapat memberangkatkan dan berharap merestui aksi kami. “Ah tidak mungkinlah beliau mau merestui kami”, pikirku. Namun, di luar ekspektasiku, beberapa menit kemudian beliau hadir dan memberikan beberapa patah kata mengenai peran mahasiswa sebagai kontrol social dan kaum intelektual yang harus bersih dari penunggangan. VIVAAATTT!!! Itulah kata terakhir dari beliau yang semakin membakar semangat dan memantabkan langkah kami.

Pukul 10.42 WIB : Massa aksi berangkat dengan kawalan ketat aparat kepolisian. Panji-panji merah putih dan BEM ITS berkibar dengan gagahnya di depan barisan diiringi sirine dan seruan-seruan khas mahasiswa kala itu. SURABAYA TERSENTAK! KM ITS bangkit dari tidur panjangnya dan keluar dari kandangnya. Rombongan menuju D3 Teknik Sipil yang terletak di kampus manyar. Sebuah bentuk kepedulian dan penghormatan bahwa kita tidak akan melupakan rekan kita yang satu ini walaupun kampus terpisah lokasi.
Sepanjang perjalanan, melewati pasar, menyapa pedagang asongan, tukang becak, tukang parkir, dll membuat kami sadar bahwa sikap kita telah ditunggu oleh mereka. Sama sekali tidak ada penolakan! Acungan jempol dan lambaian tangan mereka kepada kami pertanda restu yang mereka berikan. Bahkan tidak sedikit yang menyerukan, ”HIDUP MAHASISWA!” Tentu saja sorot semacam ini membawa gegap gempita dan haru birunya perjalanan kami.

Pukul 11.12 WIB : Kami tiba di belokan patung karapan sapi di Jl. Basuki Rahmat Surabaya. Disana kami melakukan aksi ”tuntun sepeda motor” hingga di depan POLSEK Tegalsari. Ternyata pihak aparat sama sekali tidak menunjukkan sifat yang represif bahkan cenderung kooperatif. Hal ini ditunjukkan dengan diberikannya lahan parkir sepeda motor untuk kami (terima kasih Pak Polisi). Sebelumnya kami berencana untuk memarkir di lahan parkir salah satu restaurant makanan cepat saji disana. ”Entah mengapa teman-teman memilih lokasi itu? Ada celetukan bahwa restaurant itu melambangkan sisi kapitalisme Indonesia, maka harus diduduki! Hahaha.. Bisa saja!.” kataku dalam hati.




Pukul 12.45 WIB : Waktu telah lewat menunjukkan waktu sholat Dluhur bagi kaum muslim. Kami memutuskan untuk sholat di depan POLSEK Tegalsari. Inilah salah satu momen dimana pergejelokan nurani muncul. Aku tersadar, bahwa di tengah-tengah semangat idealis kita yang membara, kita masih harus bersimpuh di hadapan Allah SWT. Aku berpikir, ”Mungkin tidak ada yang bisa meruntuhkan idealisme kita selain Allah. Itupun jika Allah mau!”


Pukul 13.06 WIB : Massa kembali bergerak. Kali ini kami melakukan aksi long march menuju depan Tunjungan Plasa. Massa membentuk barisan yang solid seperti yang diajarkan ketika menjalani proses kaderisasi. Terkadang kami berhenti untuk menghela nafas dan berorasi menyampikan aspirasinya. Nyanyian khas mahasiswa pun turut mewarnai perjalanan kami.
Massa terus bergerak merambat sehingga hampir menutup seluruh akses Jl. Basuki Rahmat. Ketika itu aparat mulai memberikan dorongan dan beberapa instruksi kepada massa untuk memberikan akses jalan bagi pengguna jalan. Tanpa mengundang provokasi keributan, kami kembali merapatkan barisan. Di sisi lain, tampak massa keluar barisan untuk membagi brosur berisikan DENTUM kepada masyarakat sekitar.

Pukul 14.12 WIB : Baliho besar yang berisikan DENTUM di sandarkan dengan gagah di Gedung tua tepat di depan Tunjungan Plaza. Orasi terus dilakukan oleh beberapa perwakilan massa termasuk dari beberapa Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan. Teatrikal pun tak luput dari aksi kami. Diprakarsai oleh R. Arif Lazuardi, teatrikal berceritakan mengenai matinya rakyat Indonesia yang disimbolkan dengan beberapa massa yang ditutup kain kafan. Doa dalam drama juga diserukan yang dipimpin oleh Arif Setiyono.


Ternyata aksi kami masih belum bisa menarik perhatian pejabat daerah. Pasukan aparat semakin bertambah mengamati dan mengitari aksi kami. Imron Gozali selaku Presiden BEM ITS mengambil inisiatif untuk menghubungi Gubernur Jawa Timur (Pakde Karwo). Disinyalir tidak ada respon positif karena hingga beberapa menit kemudian sang pejabat belum terlihat batang hidungnya. Padahal, jarak Istana Gubernur dengan lokasi aksi kami tidak terlalu jauh. Kami tidak putus asa! Siapapun pejabatnya harus turun untuk mendengarkan aspirasi kami.

Pukul 15.05 WIB : Kondisi masih tetap sama. “Dalang” yang kami nantikan sama sekali belum tampak. Akhirnya kami memutuskan untuk langsung mendatangi Gedung Grahadi (Istana Gubernur) untuk melakukan negosiasi agar kita dapat berdiskusi dengan pejabat daerah disana. Akhirnya muncullah 13 perwakilan massa yang menuju Grahadi. Seingatku ada Imron Gozali, Anindito K, M. Azzam, R. Arif Lazuardi, Adi, Julian, dkk. Aku pun tak lepas dari rombongan itu. Disana kita telah ditunggu oleh Komite Aksi Alumni ITS (KAAI) yang aku sendiri tidak terlalu familiar dengan wajah-wajah itu. Hanya 1 saja yang bisa aku kenali. Dia adalah Yaumil F. Gayo.
Negosiasi dengan aparat yang sedang berjaga terjadi cukup alot. Sikap acuh yang ditampakkan terkesan memberikan sinyal untuk tidak mau kooperatif. Tak lama kemudian muncul seorang berseragam rapi layaknya seorang pejabat mengajak beberapa perwakilan dari kami untuk masuk ke Istana. Beliau bernama Pak Djaenal, sosok gagah yang katanya mewakili Pakde Karwo untuk menerima massa. Imron Gozali dan R. Arif Lazuardi masuk mewakili kami bersama 3 orang yang tak kukenal namanya yang mewakili KAAI.

Pukul 15.19 WIB : Perwakilan massa keluar dari Istana. Bersamaan dengan itu, kami berhasil pula membawa Pak Djaenal untuk mau turun dan berbicara di depan massa aksi. “Saya mewakili Gubernur, Pakde Karwo, berjanji akan membawa aspirasi teman-teman ke pusat!” kurang lebih seperti itulah janji yang diberikan di hadapan massa aksi. Beberapa dari kami tidak puas dengan statement itu dan sedikit memaksa Pak Djaenal untuk memberikan untuk memberikan penjelasan kapan tuntutan kami itu akan dibacakan ke pemerintah pusat. Tidak ada jawaban yang berarti! Beliau melenggang begitu saja sembari mengucapkan salam terima kasih dalam perjalanannya kembali ke Grahadi.
Setelah itu BEM ITS membagi kan bungkusan-bungkusan makanan ke massa aksi dan ditutup oleh sambutan perwakilan dari KAAI yang mengajak massa aksi untuk berkunjung ke sekretariat IKA ITS. Beliau berjanji akan memaparkan seluruh data empiris mengenai alasan pemerintah menaikkan BBM hingga ketidakrelevannya kebijakan tersebut.

Pukul 15.35 WIB : Massa aksi bergerak kembali ke rumah kediaman (kampus ITS) tetap dengan kawalan dari kepolisian. Massa aksi kembali dengan tertib tanpa ada kendala-kendala yang berarti. Sembari ingin tetap menunjukkan bahwa aksi tidak selalu berhujung pada kegiatan anarkis dan perusakan fasilitas umum.

Tulisan ini didedikasikan untuk generasi penerus perjuangan kami. Kami ingin menunjukkan bahwa KM ITS pernah bersatu dalam usaha merebut kedaulatan rakyat atas teriakan mereka karena perutnya yang lapar.
Semoga perjuangan ini tidak akan pernah berhenti disini!
Kami punya ASPIRASI, kami punya SIKAP, dan kami punya CERITA!
Bagaimana dengan anda?

***

Penulis adalah Ketua HIMATEKTRO ITS 2011/2012 sekaligus (ASTER) Asisten Teritori Aksi KM ITS dalam Tolak Kenaikan BBM dan DENTUM KM ITS 27 April 2012.
Yoga Widhia Pradhana
2209100076
yogawpradhana@gmail.com
085648498889

Tidak ada komentar:

Posting Komentar